Paket Umroh Akhir Tahun “Shalat
itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya maka
sungguh ia telah mendirikan agama (Islam) itu dan barangsiapa
merobohkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu,”
(Baihaqi).
SEBUAH bangunan, setelah adanya pondasi yang merupakan asas sebuah
bangunan berdiri, kebutuhan pokok setelah pondasi adalah tiang
penyangga, penyokong, soko guru, yang akan menguatkan bangunan tersebut.
Apabila sebuah bangunan memiliki 5 buah pilar penyangga, maka jika
salah satu dari tiang tersebut roboh maka kekuatan atau kekokohan
bangunan tersebut akan berkurang. Demikian seterusnya kekokohan suatu
bangunan akan terus berkurang seiring dengan hilangnya pilar-pilar
penyangganya satu persatu.
Demikian pula Islam, yang ibaratnya adalah sebuah bangunan dengan
syahadat sebagai pondasinya, dakwah dan jihad sebagai atap pelindungnya,
dan shalat yang merupakan cerminan syariat Islam sebagai pilar
penyangganya. Bila kaum muslimin rajin mendirikan shalat yang 5 waktu
secara berjamaah di masjid maka berarti mereka telah mengokohkan
pilar-pilar Islam.
Sebaliknya, apabila kaum muslimin malas, ogah-ogahan mendirikan
shalat fardhu yang 5 waktu secara berjamaah di masjid, maka berarti
mereka telah melemahkan Islam itu sendiri dengan ‘merobohkan’
pilar-pilarnya. Mungkin ini salah satu maksud Islam itu terhalang oleh
orang Islam sendiri, Allohu a’lam. Bila kita pandang dalam lingkup yang
lebih kecil, dalam diri seseorang bisa kita lihat parameter “kekuatan”
Islamnya.
Apakah ia rajin mendirikan shalat fardhu yang 5 waktu secara
berjamaah di masjid, menambahi dengan mendirikan shalat sunnah, atau
sebaliknya ia mengerjakan shalat fardhu 5 waktu namun tidak berjamaah
dan hanya shalat sendirian di rumah, atau bahkan ia jarang melaksanakan
shalat fardhu yang 5 waktu, atau bahkan yang paling parah ia tidak
mengerjakannya sama sekali. Na’udzuu billahi min dzalik.
Bahkan secara tegas dalam sebuah hadist Rasulullah disebutkan bahwa
pembeda antara seorang mukmin dan kafir adalah seorang tersebut
meninggalkan shalat atau tidak, yang bisa kita maknai bahwa agama Islam
telah roboh dari diri seseorang tersebut bisa seorang tersebut
meninggalkan shalat, terlepas dari perbedaan pendapat tentang kafir
tidaknya orang tersebut.
Oleh karena itu, ulama’ bersepakat bahwa hukuman seseorang yang
meninggalkan shalat selama hidupnya adalah dipenggal. Sungguh amatlah
berat hukuman ini tentunya sebanding dengan beratnya pelanggaran yang
dilakukan seseorang tersebut.
Penyebutan shalat sebagai tiang Islam adalah tepat, dalam Al Quran
kita akan menemukan kata-kata yang digunakan adalah aqaama – yuqiimu
(mendirikan).
Pemilihan kata tersebut adalah untuk menegaskan bahwa shalat memang
benar-benar sebagai pilar penyokong Islam yang dalam pelaksanaannya
dihukumi wajib, 5 kali dalam sehari semalam, dan dilaksanakan secara
bersama-sama (berjamaah) di tempat yang tertentu yaitu masjid. Kita
masih ingat kisah isra’ mi’raj Nabi Muhammad SAW yang mendapatkan
perintah shalat secara langsung dari Allah Azza wa Jalla yang pada
awalnya dibebankan 50 kali dalam sehari semalam.
Tentunya ada maksud dari Allah Yang Maha Mengetahui mengenai jumlah
shalat yang awalnya 50 waktu menjadi hanya 5 waktu dalam sehari semalam
dalam waktu yang tertentu. Firman Allah Azza wa Jalla: “Bacalah apa yang
telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih
besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain), dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan,” (Al ‘Ankabuut: 45).
Maka shalat yang merupakan salah satu komponen utama dalam bangunan
Islam, hendaknya kita kuatkan, kokohkan, agar bangunan Islam yang kita
bernaung di dalamnya tidak mudah roboh dan dirobohkan. Mari kita
tingkatkan kebaikan-kebaikan dalam shalat kita dengan melaksanakannya
secara khusyu’, berjamaah di masjid bagi laki-laki, dan tepat waktu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar